Waktu : Malam hari tgl. 26-27 Pebruari 2015
Lokasi : Ujung Genteng, Sukabumi.
Perahu : Tudin & Along, Ongkos sewa 400 rb, tanpa umpan, makan malam dan es. Perahu Along menggunakan penerangan 2 buah lampu petromak, sementara perahu Tudin menggunakan Genset sehingga penerangan lebih dari cukup.
Lokasi : Ujung Genteng, Sukabumi.
Perahu : Tudin & Along, Ongkos sewa 400 rb, tanpa umpan, makan malam dan es. Perahu Along menggunakan penerangan 2 buah lampu petromak, sementara perahu Tudin menggunakan Genset sehingga penerangan lebih dari cukup.
Penginapan : Rumah Tudin, ongkos gratis kalau gak malu. Cuaca : Sore hari cerah, malam hari mendung campur gerimis dengan kondisi angin cukup kuat. Dini hari, sedikit cerah sehingga tampak bulan dan bintang. Terbit matahari, mendung pekat di arah selatan dan muncul pelangi di langit barat dan banyak gumpalan awan hitam tanda-tanda akan ada baratan (kata Tudin). Pagi hari sampai kami pulang ke darat pkl 08.00 cerah campur mendung. Selanjutnya cerah campur gerimis dan hujan ringan.
Suhu Udara : Normal, malam hari suhu air laut sangat dingin sampai menjelang subuh. (dalam kondisi suhu air seperti ini, kata kapten Tudin : ikan akan kurang nafsu makan …. ternyata benar).
Ombak : 0,5 – 1.50 M
Angin/Arus : Ber-ubah2, pemberat yang digunakan dari sebesar kelereng sampai J5.
Peserta : Saya dengan 9 orang tetangga yang masih dalam “proses peracunan” mancing laut. Satu orang siang harinya langsung pulang ke Bogor setelah melihat ombak laut selatan, karena belum hilang trauma mabuk laut seharian di laut utara.
Ombak : 0,5 – 1.50 M
Angin/Arus : Ber-ubah2, pemberat yang digunakan dari sebesar kelereng sampai J5.
Peserta : Saya dengan 9 orang tetangga yang masih dalam “proses peracunan” mancing laut. Satu orang siang harinya langsung pulang ke Bogor setelah melihat ombak laut selatan, karena belum hilang trauma mabuk laut seharian di laut utara.
Transportasi : 2 kendaraan darat menempuh perjalanan 6 jam dari Bogor sampai Ujung Genteng. Sementara pulangnya ditempuh dalam waktu 7 jam karena adanya macet di jalur Sukabumi-Bogor. Kondisi jalan banyak berkelok-kelok, sebagian mulus, sebagian besar lainnya banyak bopeng bahkan sebagian kecil tidak bisa dipilih dan terpaksa masuk kubangan. Akibatnya seorang rekan yang sehari-hari naik kuda besi terpaksa mabuk darat walaupun sudah dijejali obat anti mabuk, padahal dia anak nelayan dari makasar yang waktu kecilnya biasa membantu bapaknya mencari ikan di laut.
Hasil Akhir : Dengan kondisi air laut dingin, masih beruntung mendapat ikan setelapak tangan ke bawah sebanyak 1 coolbox dengan bonus 1 ekor ikan Mili (nama setempat) seberat 7,5 kg.
Cerita Singkat :
Perahu 1 Along dikapteni Deden + 1 ABK, diisi 4 pemancing empang dengan leader seorang rekan yang baru 3 kali melaut. Perahu 2 dikapteni Tudin + 1 ABK, diisi saya dan 3 pemancing empang plus 1 orang (pak erte) yang belum pernah melaut. Kedua perahu berangkat pkl 17.00 menuju spot pertama di daerah pinggiran dekat pelelangan ikan dengan ombak sangat tenang (istilah Tudin : mancing di kolam) hasil boncos.
Pindah ke spot kedua dengan kondisi ombak agak tinggi, mulai tampak gejala mabuk laut pada beberapa orang. Di perahu 1, seorang pemancing empang akhirnya “hoek hoek” tetapi masih bisa melanjutkan mancing. Di perahu 2, pak erte mulai tampak pucat dan tidak terdengar suaranya. Di spot kedua hanya naik ikan-ikan karang kecil. Saya putuskan pindah ke spot berikutnya, saya lihat perahu 1 ikut angkat jangkar tapi tidak mengikuti perahu kami.
Hasil Akhir : Dengan kondisi air laut dingin, masih beruntung mendapat ikan setelapak tangan ke bawah sebanyak 1 coolbox dengan bonus 1 ekor ikan Mili (nama setempat) seberat 7,5 kg.
Cerita Singkat :
Perahu 1 Along dikapteni Deden + 1 ABK, diisi 4 pemancing empang dengan leader seorang rekan yang baru 3 kali melaut. Perahu 2 dikapteni Tudin + 1 ABK, diisi saya dan 3 pemancing empang plus 1 orang (pak erte) yang belum pernah melaut. Kedua perahu berangkat pkl 17.00 menuju spot pertama di daerah pinggiran dekat pelelangan ikan dengan ombak sangat tenang (istilah Tudin : mancing di kolam) hasil boncos.
Pindah ke spot kedua dengan kondisi ombak agak tinggi, mulai tampak gejala mabuk laut pada beberapa orang. Di perahu 1, seorang pemancing empang akhirnya “hoek hoek” tetapi masih bisa melanjutkan mancing. Di perahu 2, pak erte mulai tampak pucat dan tidak terdengar suaranya. Di spot kedua hanya naik ikan-ikan karang kecil. Saya putuskan pindah ke spot berikutnya, saya lihat perahu 1 ikut angkat jangkar tapi tidak mengikuti perahu kami.
Pada saat perahu 2 pindah ke spot ketiga, pak erte minta ijin ke bagian belakang perahu untuk buang air besar. Ternyata dilanjutkan dengan hoek-hoek sampai-sampai ikan bakar menu makan siang, habis terkuras dari perut. Saya tawarkan untuk diantar ke darat, karena wajahnya pucat pias dan dia sendiri merasa tidak sanggup melanjutkan, akhirnya kami habiskan waktu sekitar 30 menit untuk mengantarkan ke darat. Semakin ke tengah ombak semakin terasa dan 2 orang lagi mulai malas mancing. Pada spot-spot berikutnya salah seorang mulai hoek-hoek dan minta diantar pulang ke darat. Saya bilang perjalanan sudah jauh dan saya anjurkan tidur. Perahu 1saya lihat tidak mengikuti kami ke spot-spot berikutnya dan hanya berputaran di pinggiran. Menurut cerita rekan kami yang ada di perahu tersebut, berbagai alasan dikemukakan kapten dan bahkan menolak apabila diminta merubah spot, intinya kapten takut ombak dan angin karena tidak biasa melaut malam hari. Karena kecewa, akhirnya pada pkl 21.00 rekan-rekan memutuskan pulang ke darat untuk tidur di darat daripada tidur di perahu dengan hati jengkel. Oleh karena itu, perahu Along dengan kapten Deden tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh rekan-rekan FF yang akan memancing di Ujung Genteng.
Setelah “berkeliaran” ke lebih dari 10 spot, ternyata ikan yang terpancing masih kecil-kecil, bahkan saya belum mendapat hasil seekorpun. Ngoncer dengan ikan hidup-pun tidak ada hasilnya. Tiga rekan saya dan awak perahu sudah tidur. Lewat tengah malam, kapten minta ijin kepada saya untuk tidur. Sekitar pkl 03.00 saya tertidur sambil tangan memegang joran dan terbangun pada saat subuh, yang lainnya masih enak tidur. Saya rasakan ombak agak tenang dan suhu air terasa tidak dingin. Saya memancing dasaran lagi dengan umpan udang mati, tidak ada yang menyambut. Kemudian saya ganti rangkaian dasardengan neklin yang saya beri pemberat sedikit timah. Saya ganti umpan udang dengan satu ekor ikan tembang mati yang saya sangkutkan di bagian kepala. Tidak terlalu lama umpan ada yang menyambar tapi tidak hook up, ternyata bagian ekor sudah hilang. Saya pasang umpan kembali dengan posisi terbalik, saya cantelkan mata kail di posisi ekor. Hanya butuh waktu sekitar 2 menit menunggu, kemudian reel okuma oryx saya berderit dan joran pioneer tuna terror 20 lb melengkung tajam. ABK diujung perahu serta kapten yang duduk di belakang saya terbangun dan bertanya. Saya bilang tersangkut karang, dia tidak percaya dan berisik membangunkan teman yang lain. Akhirnya setelah beberapa menit berjuang, terkaparlah ke atas perahu seekor ikan “mili” dengan berat perkiraan 8 kg (setelah ditimbang tenyata 7,5 kg).
Singkat cerita, setelah itu tidak ada lagi ikan besar yang terpancing. Pada pkl 08.00 kami putuskan ke darat. Pkl 14.00 kembali pulang ke Bogor. Selesailah proses peracunan pemancing kolam menjadi pemancing laut. Dari 9 orang yang dibawa, 6 orang bertekad kembali lagi ke Ujung Genteng di bulan April. Mudah-mudahan pada waktu itu sudah saatnya mancing ikan layur. Foto menyusul.
Singkat cerita, setelah itu tidak ada lagi ikan besar yang terpancing. Pada pkl 08.00 kami putuskan ke darat. Pkl 14.00 kembali pulang ke Bogor. Selesailah proses peracunan pemancing kolam menjadi pemancing laut. Dari 9 orang yang dibawa, 6 orang bertekad kembali lagi ke Ujung Genteng di bulan April. Mudah-mudahan pada waktu itu sudah saatnya mancing ikan layur. Foto menyusul.
http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyregion/palabuhan-ratu-pangandaran/fishyreport/42188-meracun-pemancing-di-ujung-genteng.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar